Seorang sahabat bertanya, “Sebenarnya, Al-Quran itu
turun malem lailatul qodar apa tanggal 17 Ramadhan sih?
Kan di surat al-qodar, Al-Qur’an turun malem lailatul qodar. Terus kata Nabi
SAW kan lailatul qodar tuh ada di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Kok orang-orang
pada ngadain nuzulul Quran tanggal 17 Ramadhan?.”
Mungkin soal ini juga yang ada di benak para pembaca
sekalian. Berikut ini sedikit penjelasan tentang “nuzulul Quran” yang diambil
dari beberapa kitab yang menerangkan tentang masalah ini.
Metode Diturunkannya Al-Qur’an (Kaifiyah Inzal)
Pertama: Al-Qur’an Diturunkan Secara Sekaligus
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam
kemuliaan.” (Al-Qodr 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam
yang diberkahi.” (Ad-dukhon 3)
Dalam 3 ayat di atas, semua menjelaskan tentang turunnya
Al-Quran pertama kali, yaitu pada bulan Ramadhan tepatnya malam lailatul qadar;
malam kemuliaan. Dan pada surat Ad-Dukhon yang dimaksud malam mubarok ialah
malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dikatakan oleh
kebanyakan ulama tafsir. (lihat tafsir Al-Alusi)
Dalam kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil-Qur’an karangan
Syeikh Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H), beliau mengatakan bahwa dalam hal ini
para Ulama berbeda pendapat ke dalam 3 pendapat yang masyhur.
Dan dari tiga pendapat tersebut, yang paling mendekati
kepada pendapat yang kuat dan benar ialah pendapat yang banyak dipegang oleh
Jumhur Ulama, yaitu:
Bahwa Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia (daarul
Izzah) pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara
berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi
Nabi di Mekah dan Madinah sampai wafat beliau.
Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang
paling mendekati kebenaran, berdasarkan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh
Imam Hakim dalam mustadroknya dengan sanad yang shahih, dari Ibnu
Abbas radhiyallhu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwasanya Al-Quran
itu turun sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadr. Kemudian
diturunkan berangsur-angsur selama 20 tahun, kemudian ia mambaca ayat,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ
تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
yang paling baik.” (QS. Al Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ
وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami
menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Imam An-Nasa’i juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih
dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “……dan
Al-Qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun
dengan membawanya kepada Muhammad
SAW.”
Kedua: Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsuran
Setelah diturunkan secara lengkap (keseluruhan) dari Lauh
Mahfudz ke langit Dunia (Baitul-Izzah), Al-Qur’an turun secara berangsuran
selama 23 tahun (ini menurut pendapat yang kuat); 13 tahun di Mekah dan 10
tahun di Madinah. Dan turunnya Al-Qur’an secara berangsuran telah dijelaskan
dalam firman Allah SWT,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ
وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami
menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Dan inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an, bahwa kitab
suci umat Nabi Muhammad ini turun secara berangsuran setelah sebelumnya
diturunkan secara lengkap/sekaligus.
Ini berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang
diturunkan secara sekaligus, yaitu Injil, Taurat dan Zabur, tanpa ada angsurannya. Allah SWT
berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ
عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ
وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيل وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ
وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat
hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya. (QS. Al-Furqan: 32-33)
Dan ayat pertama yang turun menurut kebanyakan ulama ialah
surat Al-Alaq (dan ini adalah pendapat yang kuat), atau biasa kita sebut dengan
surat Iqra’ ayat 1-5. Ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduanya dari ‘Aisyah radiyallahu
‘anha Istri Rasul SAW.
Kapan Ayat Pertama Turun?
Adapun “kapan” surat Iqra’ itu diturunkan, ulama dan ahli
sejarah berbeda pendapat tentang ini. Ada yang mengatakan bulan Rabiul Awwal,
ada juga yang mengatakan bulan Ramadhan, dan ada juga yang mengatakan bulan
Rajab.
Namun pendapat yang kuat ialah bulan Ramadhan sesuai firman
Allah SWT: “bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185).
Dan kebanyakan ulama juga sepakat bahwa surat Iqra’ adalah
wahyu yang pertama turun, juga sebagai pengangkatan Nabi Muhammad SAW menjadi
Nabi. Dan ini terjadi pada hari senin, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa hari
senin, kemudian beliau menjawab: “itu adalah hari di mana aku
dilahirkan dan diturunkan kepadaku wahyu.”
Kemudian Ulama kembali berbeda pendapat tentang tanggal
turunnya pada bulan Ramadhan. Ada yang mengatakan malam 7 Ramadhan, ada juga
yang mengatakan malam 17 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 24, juga ada
yang mengatakan tanggal 21 Ramadhan.
Sheikh Shofiyur-Rohman Al-Mubarokfuri mengatakan dalam kitab
Sirah Nabawi karangannya Rahiqul-Makhtum: “setelah melakukan
penelitian yang cukup dalam, mungkin dapat disimpulkan bahwa hari itu ialah
hari senin tanggal 21 bulan Ramadhan malam. Yang bertepatan tanggal 10 Agustus
660 M, dan ketika itu umur Rasul SAW tepat 40 Tahun 6 bulan 12 hari hitungan
bulan, tepat 39 tahun 3 bulan 12 hari hitungan matahari. Hari senin pada bulan
Ramadhan tahun itu ialah antar 7, 14, 21, 24, 28, dan dari beberapa riwayat
yang shahih bahwa malam lailatul qadar itu tidak terjadi kecuali di malam-malam
ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadhan. Jika kita bandingkan firman Allah
surat Al-Qodr ayat pertama dengan hadits Abu Qotadah yang menjelaskan bahwa
wahyu diturunkan hari senin di atas, dan dengan hitungan tanggalan ilmiyah
tentang hari senin pada bulan Ramadhan tahun tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa wahyu pertama turun kepada Rasul SAW itu tanggal 21 Ramadhan malam”.
Kenapa Malam 17 Ramadhan?
Dan yang menjadi dasar kebanyakan kaum muslim dalam
memperingati nuzulul Qur’an pada malam tanggal 17 Ramadhan, mungkin apa yang
disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir (W. 774 H) dalam kitabnya Al-Bidayah
wan-Nihayah, Al-Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far Al-Baqir yang
mengatakan bahwa “wahyu pertama kali turun pada Rasul SAW pada hari senin 17
Ramadhan dan dikatakan juga 24 Ramadhan.”
Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa malam lailatul-Qodr yang disebut sebagai
malam turunnya Al-Qur’an ialah benar, karena itu ialah malam yang al-Qur’an
turun secara lengkap sekaligus dari Lauh-Mahfuzd ke langit dunia
(baitul-Izzah).
Dan Al-Qur’an turun secara berangsuran yang didahului dengan
surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang juga momentum pengangkatan Muhammad SAW menjadi
Rasul ialah malam 17 Ramadhan yang sering dirayakan oleh kebanyakan umat Islam,
baik di Indonesia ataupun di negeri lain.
Walaupun penetapan malam 17 Ramadhan sebagai waktu awalnya
turun Al-Qur’an itu juga masih diperselisihkan oleh kebanyakan Ulama,
sebagaimana dijelaskan di atas.
Wallahu A’lam.
—
Sumber:
Al-Burhan Fi Ulumil-Qur’an, Badruddin
Az-Zarkasyi (W. 794 H)
Mabahits Fi Ulumil-Qur’an, Sheikh Manna’
Al-Qaththan
Rahiqul-makhtum, Sheikh Shofiyur-Rohman
Al-Mubarokfuri
Al-Bidayah Wan-Nihayah, Abul-Fida’ Ismail bin
Muhammad bin Katsir Al-Qurosyi (W. 774 H)
Comments