A. Pendekatan pembelajaran
adalah Titik tolak proses pembelajaran , di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu.
Jenis-jenis Pendekatan dalam Pembelajaran
1. Pendekatan Individualistic
Pendekatan individualistic dalam proses pembelajaran, adalah
sebuah pendekatan yang bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar
belakang perbedaan dari segi kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi, dan
sebagainya. Perbedaan individualistis peserta didik tersebut memberikan wawasan
kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus memerhatikan perbedaan peserta
didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan
pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal ini tidak
dilakukan, makastrategi belajar tuntas (mastery learning) yang menuntut
penguasaan penuh kepada peserta didik tidak pernah menjadi kenyataan. Dengan
pendekatan individual ini kepada peserta didik dapat diharapkan memiliki
tingkat penguasaan materi yang optimal.
Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk
mengatasi peserta didik yang suka benyak bicara atau membuat keributan dalam
kelas. Caranya antara lain dengan memindahkan salah satu peserta didik tersebut
pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukuup jauh dengan peserta didik
lainnya. Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan pada anak didik yang
pendiam.[6]
Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam
belajar segera dapat dipecahkan. Pendekatan individualistic juga adalah
pendekatan uang demokratis, karena memperlakukan setiap peserta didik sesuai
dengan keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan terhadap kecakapan
peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik yang mau
belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk
belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang
sungguh-sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan kesanggupannya.
Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan
keuntungan, juga tidak terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis
mengharuskan seorang guru memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap
peserta didik. Keadaan ini amat menyulitkan, jika jumlah peserta didiknya cukup
banyak, karena akan memakan waktu yang cukup banyak pula, dan karenanya kurang
efisien. Selain itu, pendekatan ini juga mengharuskan adanya desain kelas yang
kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup banyak. kelas kecil yang
jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu orang guru,
melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini menyebabkan
peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi, dan pada
gilirannya dapat menimbulkan sikap individualistis pada peserta didik.
2. Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan
pada pandangan, bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta didik
yang satu dengan yang lainnya ini, bukanlah untuk dipertentangkan atau
dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang peserta didik yang cerdas
misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas, sehingga
peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang
cerdas. Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu
dengan peserta didik yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling
menunjang secara optimal.
Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan pada
asumsi, bahwa setiap anak didik memiliki kecenderungan untuk berteman dan berkelompok
dalam rangka memperoleh pengalaman hidup dan bersosialisasi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat
ditumbuhkan rasa sosial yang tinggi pada setiap peserta didik, dan sekaligus
untuk mengendalikan rasa egoism yang ada dalam diri mereka masing-masing,
sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di dalam kelas.
Dengan pendekatan kelompok ini, mereka
diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini saling
membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya. tidak ada
makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa bantuan orang
lain.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana
tersebut di atas, terdapat sejumlah factor yang perlu dipertimbangkan, seperti
factor tujuan, peralatan dan sumber belajar, metode yang akan dipergunakan,
lingkungan tempat belajar, serta keadaan peserta didik itu sendiri. Dengan
demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat dilakukan secara
sembrono atau tanpa perhitungan yang matang.
3. Pendekatan Campuran
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak
didik di samping memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga
memiliki persamaan sebagai makhluk yang berkelompok. Dengan demikian,
setiappeserta didik sesungguhnya dapat didekati secara individual dan kelompok.
Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan, bahwa pada pendekatan individual
dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Keadaan sebagaimana tersebut di atas, member petunjuk
tentang kemungkinan dapat dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan
campuran, yaitu sebuah pendekatan yang bertumpu pada upaya menyinergikan
keunggulan yang terdapat pada pendekatan individual dan keunggulan yang
terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam praktiknya, pendekatan campuran
ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan dengan dua pendekatan
sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan
peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permaslahan
peserta didikyang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi peserta didik tidak
selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Uraian tersebut di atas telah menjelaskan,
bahwa setiap peserta didik memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam
belajar.dari atu sisi terdapat peserta didik yang memiliki motivasi yang tinggi
untuk belajar, namun pada sisi lain terdapat peserta didik yang motivsi
belajarnya sedang-sedang saja, atau rendah. Keadaan ini swlanjutnya menimbulkan
keadaan peserta didik yang satu bergairah dalam dalam belajar, sedangkan
peserta didik yang lainnya biasa-biasa saja, bahkan tidak bergairah sama
sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia malah asyik bersenda gurau,
bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan
kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara, berbincang-bincang satu sama lain
tentang hal-hal yang terlepas dari masalah pelajaran.
4. Pendekatan
Kelompok
Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan
pada pandangan, bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta didik
yang satu dengan yang lainnya ini, bukanlah untuk dipertentangkan atau
dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang peserta didik yang cerdas
misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas, sehingga
peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang
cerdas. Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu
dengan peserta didik yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling
menunjang secara optimal.
Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan pada
asumsi, bahwa setiap anak didik memiliki kecenderungan untuk berteman dan
berkelompok dalam rangka memperoleh pengalaman hidup dan bersosialisasi dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat
ditumbuhkan rasa sosial yang tinggi pada setiap peserta didik, dan sekaligus
untuk mengendalikan rasa egoism yang ada dalam diri mereka masing-masing,
sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di dalam kelas.
Dengan pendekatan kelompok ini, mereka
diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini saling
membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya. tidak ada
makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa bantuan orang
lain.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana
tersebut di atas, terdapat sejumlah factor yang perlu dipertimbangkan, seperti
factor tujuan, peralatan dan sumber belajar, metode yang akan dipergunakan,
lingkungan tempat belajar, serta keadaan peserta didik itu sendiri. Dengan
demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat dilakukan secara
sembrono atau tanpa perhitungan yang matang.
5. Pendekatan
Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran
dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif1ain, seperti dendam,
gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya.Anak didik yang telah melakukan
kesalahan, yakni membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan
pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul
badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak
bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah
menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain.
Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan
kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan
edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus
bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai
norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial, dan norma agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan
untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya,
misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan
dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka bebaris di depan pintu masuk dan
perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak perempuan
berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-laki, berbaris
dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan
terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambi! mengontrol
bagaimana anak-anak berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak
dipersilakan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu per satu masuk kelas,
mereka satu per satu menyalami guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas.
Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah
dilakukan oleh guru dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu masuk
kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak didik dengan
pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah membimbing anak didik, bagaimana cara
memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai
orang lain dengan cara mematuhi semua perintahnya yang bernilai kebaikan.
Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SO atau SLTP) melakukan hal yang
demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang dirasakan mulai memudar sekarang ini
dapat dimunculkan kembali dan tetap melekat pada pribadi guru. Sekaranglah
saatnya mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya
pendidikan intelektual serta keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak
tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin
terbentuknya kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya
dengan guru yang mengambil jarak dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru
dengan anak didik disebabkan komunikasi antara guru dengan anak didik kurang
berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru untuk
melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu
dengan masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan
tertutup atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan
dalam pendidikan, karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang introver
(tertutup).
Kasuistis yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu,
tetapi bermacam-macam jenis dan tingkat kesukarannya. Hal ini menghendaki
pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat
didekati dengan pendekatan individual,adajuga yang dapat didekati dengan
pendekatan kelompok, dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan
bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan individual
harus berdampingan dengan pendekatan edukatif; pendekatan kelompok harus
berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan bervariasi harus
berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian, semua pendekatan yang
dilakukan guru harus bemilai edukatif, dengan tujuan untuk mendidik. Tindakan
guru karena dendam, marah, kesal, benci, dan sejenisnyabukanlah termasuk
perbuatan mendidik, karena apa yang guru lakukan itu menurutkan kata hati atau
untuk memuaskan hati.
B.
Pengertian Klasifikasi Strategi Pembelajaran
Klasifikasi strategi pembelajaran adalah
pengelompokan berbagai strategi belajar dengan cara memilah jenis dan
menempatkannya dalam satu kumpulan
strategi pembelajaran yang sejenis. Strategi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), tak langsung (indirect
instruction),interaktif, mandiri, melalui pengalaman(experimental).
1. Strategi
pembelajaran langsung.
Strategi pembelajaran langsung merupakan
pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk
menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajaran
langsung biasanya bersifat deduktif.
Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk
direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan utamanya dalam mengembangkan
kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran
kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Agar peserta didik
dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritis, strategi pembelajaran langsung
perlu dikombinasikan dengan strategi pembelajaran yang lain.
2. Strategi
pembelajaran tak langsung
Strategi pembelajaran tak langsung sering disebut
inkuiri, induktif, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan penemuan.
Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tak langsung
umumnya berpusat pada peserta didik, meskipun dua strategi tersebut dapat
saling melengkapi. Peranan guru bergeser dari seorang penceramah menjadi
fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan
peserta didik untuk terlibat.
Kelebihan dari strategi ini antara lain:
1.Mendorong ketertarikan dan keingintahuan peserta
didik,
2. Menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah,
3.Mendorong
kreativitas dan pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuanyang
Lain.
4.Pemahaman yang lebih baik,
5.Mengekspresikan pemahaman.
Sedangkan kekurangan dari pembelajaran ini adalah
memerlukan waktu panjang, outcome sulit diprediksi. Strategi pembelajaran ini
juga tidak cocok apabila peserta didik perlu mengingat materi dengan cepat.
3. Strategi pembelajaran interaktif
Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan
sharing di antara peserta didik. Diskusi dan sharing memberi kesempatan peserta
didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan
guru atau temannya dan untuk membangun cara alternatif untuk berfikir dan
merasakan.
Kelebihan strategi ini antara lain:
1. Peserta didik dapat belajar dari temannya dan
guru untuk membangun keterampilan sosial
dan kemampuan-kemampuan,
2.Mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen
yang rasional.Strategi pembelajaran interaktif memungkinkan untuk menjangkau
kelompok-kelompok dan metode-metode interaktif. Kekurangan dari strategi ini
sangat bergantung pada kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika
kelompok.
4. Strategi pembelajaran empirik (experiential)Pembelajaran
empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan
berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi
perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor kritis
dalam pembelajaran empirik yang efektif.
Kelebihan dari startegi ini antara lain:
1. Meningkatkan partisipasi peserta didik,
2. Meningkatkan sifat kritis peserta didik,
3.Meningkatkan analisis peserta didik, dapat
menerapkan pembelajaran pada situasi yang lain.
Sedangkan kekurangan dari strategi ini adalah
penekanan hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya yang mahal,
dan memerlukan waktu yang panjang.
5. Strategi pembelajaran mandiri
Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang
bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan
diri. Fokusnya adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik
dengan bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau
sebagai bagian dari kelompok kecil.
Kelebihan dari pembelajaran ini adalah membentuk
peserta didik yang mandiri dan bertanggunggjawab. Sedangkan kekurangannya
adalah peserta MI belum dewasa, sehingga sulit menggunakan pembelajaran
mandiri.
C. Macam- macam Metode dalam mengajar
Ada empat macam metode mengajar
yang dipandang representatif dan dominan dalam arti digunakan secara luas sejak
dahulu hingga sekarang pada setiap jenjang pendidikan formal. Tiga dari empat
metode mengajar tersebut bersifat khas dan mandiri, sedangkan yang lainnya merupakan
kombinasi antara satu metode dengan metode yang lainnya. Metode campuran ini
disebut saja metode plus bersifat terbuka, artinya setiap guru yang profesional
dan kreatif dapat momodifikasi atau merekayasa campuran metode tersebut sesuai
dengan kebutuhan. Merekayasa metode plus bukanlah hal yang dianggap tabu dalam
dunia pendidikan modern, asal tidak menyimpang dari prinsip-prinsip psikologi
didaktis yang telah diakui keabsahannya dalam dunia pendidikan.
1. Metode
Ceramah
Metode ceramah adalah, penerangan
dan penututan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat
pula dimaksudkan, bahwa metode ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara
penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara
lisan oleh guru terhadap siswanya. Dalam memperjelas penuturan/penyajian,guru
dapat menggunakan alat-alat bantu,seperti bendanya,gambarannya,sket,peta dan
sebagainya.
Metode ceramah dikenal juga
sebagai metode kuliah karena umumnya banyak dipakai diperguruan tinggi.metode ini
banyak sekali dipakai, karena ini mudah dilaksanakan. Nabi muhammad dalam
memberikan pelajaran terhadap ummatnya banyak mempergunakan metode ceramah.
Namun demikian dari kenyataan
sehari hari ditemukan beberapa kelemahan metode ceramah tersebut. Kelemahan
kelemahan itu antara lain :
1. Membuat
siswa pasif
2. Mengandung
unsur paksaan kepada siswa
3. Menghambat
daya kritis siswa.
Dalam pengajaran yang mengunakan
metode ceramah,perhatian terpusat pada guru,sedangkan para siswa hanya menerima
secara pasif, mirip anak balita atau anak bayi yang sedang di suapi. Dalam hal
ini timbul kesan bahwa siswa hanya sebagai objek yang selalu menganggap benar
apa-apa yang disampaikan guru. Padahal posisi siswa selain dari pada penerima
pelajaran ia juga menjadi subjek pengajaran dalam arti individu yang berhak
untuk aktif untuk mencari dan memperoleh sendiri pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan.
Untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan tadi, metode ceramah perlu didukung dengan alat-alat
pengajaran seperti:gambar,lembar peraga,video,tape recorder,dan sebagainya.\
Menurut Prof. H. Mahmud Yunus dalam bukunya”Sejarah Pendidikan
Islam”,sebagai berikut :
Cara Nabi menyiarkan agama Islam ialah dengan jalan berpidato dan
bertablig di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang seperti dipasar Ukaz
terutama musim haji. Ketika itu banyak dari suku-suku arab datang berkunjung ke
kota Mekkah. Begitu pula nabi menyiarkan Agama Islam membacakan ayat-ayat
Al-Qur’an yang berisi petunjuk dan pengajaran kepada umum.
2. Metode
Diskusi
Metode diskusi adalah suatu
kegiatan kelompok untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud untuk
mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang
sesuatu,atau untuk merampungkan keputusan bersama.
Teknik diskusi merupakan
teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Di dalam
diskusi ini proses belajar mengajar terjadi, dimana interaksi antara dua atau
lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,informasi,
memecahkan masalah,dapat terjadi juga semuanya aktif,tidak ada yang pasif
sebagai pendengar saja. Metode diskusi ada kebaikan dan kekurangannya,antara
lain :
a. Kebaikan
Metode Diskusi
1. Merangsang
kreativitas anak dalam bentuk ide
2. Mengembangkan
sikap menghargai pendapat orang lain.
3. Memperluas
wawasan
4. Membina
untuk terbiasa bermusyawah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah.
b. Kekurangan
Metode Diskusi
1. Pembicaraan
terkadang menyimpang,sehingga memerlukan waktu yang panjang.
2. Tidak
dapat dipakai pada kelompok yang besar
3. Peserta
mendapat informasi yang terbatas
4. Mungkin
dikuasai oleh oraang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.
Mengingat adanya
kelemahan-kelemahan di atas maka guru yang berkehendak menggunakan metode
diskusi sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapi
dan sistematis. Kecuali itu guru juga dianjurkan untuk terus menerus memantau
dan mendorong seluruh siswa partisipan untuk menyumbangkan buah pikirannya
secara bebas. Dalam hal ini peran seorang guru sebagai pendorong dan pemberi
semangat terutama peserta didik yang tergolong kurang pintar atau pendiam.
3. Metode
demonstrasi
Metode demonstrasi adalah
metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa
tentang suatu proses,situasi atau benda tertentu, baik yang sebernarnya atau
sekedar tiruan. Sebagai metode penyajian demonstrasi tidak terlepas dari
penjelasan secara lisan oleh guru.
Berikut ini ada beberapa kelebihan
dan kekurangan dalam menggunakan metode domnstrasi, Antara lain :
a. Kelebihan
metode demontrasi
1. Melalui
metode demonstrasi terjadi verbalisme akan dapat dihindari, seban siswa disuruh
langsung memerhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
2. Proses
pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi juga
melihat peristiwa yang terjadi.
3. Dengan
cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk
membandingkan antara teori dan kexataan. Dengan demikian siswa akan meyakini
kebenaran materi pembelajaran.
b. Kelemahan
metode demonstrasi
1. Metode
demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang
memadai demostrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak
efektif lagi, bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukan suatu proses
tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, hingga dapat
memakan waktu yang banyak.
2. Demonstrasi
memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang berarti
penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan
dengan ceramah.
3. Demonstrasi
memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru di tuntut
untuk bekerja lebih profesional. Disamping itu demonstrasi juga memerlukan
kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran
siswa.
4. Metode
Ceramah Plus
Meskipun metode ceramah sering
dianggap biang keladi yang menimbulkan penyakit “verbalisme” dan budaya
“bungkam” di kalangan pelajar, namun kenyataannya metode tersebut masih populer
dimana-mana. Hanya, sebelum metode itu itu digunakan guru tentu perlu melakukan
modifikasi atau penyesuaian seperlunya. Langkah-langkah yang dapat ditempuh
dalam memodifikasi atau menyesuaikan metode ceramah, antara lain adalah dengan
kiat pemaduan (kombinasi) antara metode tersebut dengan metode-metode lainnya.
Dari kiat pemaduan ini kita dapat memunculkan ragam metode ceramah baru yang
berbeda dari aslinya, atau sebut saja “metode ceramah plus”.
Metode ceramah plus tersebut
dapat terdiri atas banyak metode campuran. Namun dalam kesempatan ini hanya
tiga macam metode ceramah plus yang akan menyusun sajikan.
a. Metode
Ceramah Plus Tanya Jawab dan tugas (CPTT)
Seperti yang telah disinggung
dalam uraian-uraian sebelumnya, metode ceramah ternyata baru akan membuahkan
hasil pembelajaran yang memuaskan apabila didukung oleh metode lain di samping
alat-alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, perlu adanya gagasan
penganekaragaman metode ceramah plus, antara lain seperti metode “ceramah plus
tanya jawab dan tugas” (CPTT) ini.
Dipandang dari sudut namanya
saja metode tersebut jelas merupakan kombinasi antara metode ceramah, metode
tanya jawab dan pemberian tugas. Implementasi (cara melaksanakan) metode
campuran ini idealnya dilakukan secara tertib, yakni:
1) Penyampaian
uraian materi oleh guru;
2) Pemberian
peluang bertanya jawab antara guru dan siswa;
3) Pemberian
tugas kepada para siswa.
b. Metode
Ceramah Plus Diskusi dan tugas (CPDT)
Berbeda dengan aplikasi metode
ceramah plusyang pertama, metode CPDT ini hanya dapat dilakukan secara tertib
sesuai dengan urutan pengkombinasiannya. Maksudnya pertama tama guru
menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi
tugas.
Penyelenggaraan uraian/ceramah
dalam konteks metode ceramah plus ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
atau penjelasan mengenai pokok bahasan dan topik atau agenda masalah yang akan
didiskusikan. Jadi, pada tahap ini guru menjalankan fungsinya sebagai indikator
(pemberi masalah yang harus dibicarakan dalam forum diskusi). Sudah tentu,
alokasi waktu ceramah hjarus di atur sedemikian rupa agar kegiatan diskusi
memeroleh waktu yang cukup. Pengaturan alokasi waktu ini sangat penting untuk
perhatian guru, karena akan mempengaruhi jalannya diskusi yang akan
dilaksanakan siswa yang mungkin akan tergesa-gesa, kalau waktunya kurang
memadai.
c. Metode
Ceramah plus Demonstrasi dan pelatihan (CPDP)
Dilihat dari sudut namanya,
metode ceramah plus ke tiga ini merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan
materi pelajaran dengan kegiatan memeragakan dan latihan (drill). Metode CPDP
ini sangat berguna bagi PMB bidang studi atau materi pelajaran yang berorientasi
pada keterampilan jasmaniah (kecakapan ranah karsa) siswa. Walaupun demikian,
sebelum para siswa mempelajari/melatih kecakapan ranah karsa, terlebih dahulu
mereka perlu mempelajari/melatih kecakapan ranah cipta mereka berupa pemahaman
mengenai konsep, proses, dan kiat melakukan keterampilan ranah karsa tersebut.
Oleh karena itu, aplikasi
metode Ceramah Plus Diskusi dan Pelatihan ini, lebih kurang sama dengan
aplikasi metode CPDT, yaitu harus dilakukan secara tertib sesuai dengan
urutannya. Namun jika diperlukan, guru dapat memberi ceramah singkat berupa
penjelasan tambahan sesuai pelatihan.
Tujuan utama dalam metode
ceramah plus ini adalah untuk menjelaskan konsep-konsep keterampilan jasmaniah
yang terdapat dalam materi-materi pelajaran keterampilan tertentu, seperti:
seni tari, seni suara, dan olahraga. Selain itu, ceramah dalam konteks metode
ceramah plus CPDP ini dapat pula digunakan untuk menjelaskan keterampulan
praktis yang ada dalam pelajaran agama (Islam), umpamanya keterampilan berwudhu
dan shalat.
D. Macam- macam teknik pembelajaran
1. Teknik Diskusi
Tehnik
diskusi merupakan suatu cara mengajar dengan cara memecahkan masalah yang
dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.
Diskusi
ditinjau dari tujuannya dibedakan menjadi :
(1). The
Social Problem Meeting, merupakan tehnik pembelajaran dengan
tujuan berbincang-bincang menyelesaikan masalah sosial di
lingkungan;
(2). The
Open ended Meeting, berbincang bincang mengenai masalah apa saja yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana kita berada;
(3). The
Educational Diagnosis Meeting, berbincang-bincang mengenai tugas/pelajaran
untuk saling mengoreksi pemahaman agar lebih baik.
Tujuan
tehnik ini adalah :
1) Memotivasi
atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis,
mengeluarkan
pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikirannya.
2) Mengambil
suatu jawaban aktual atau satu rangkaian jawaban yang
didasarkan
atas pertimbangan yang seksama.
Macam-macam
diskusi yaitu :
1) Diskusi
informal
Merupakan
diskusi dengan cara membagi kelas menjadi 2 kelompok yang pro dan kontra yang
dalam diskusi ini diikuti dengan tangkisan dengan tata tertib yang longgar agar
diperoleh kajian yang dimensi dan kedalamannya tinggi. Selanjutnya bila
penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara sistematis disebut diskusi
informal.
Adapun
langkah dalam diskusi informal adalah :
(1).
menyampaikan problema;
(2).
pengumpulan data;
(3).
alternatif penyelesaian;
(4).
memlilih cara penyelesaian yang terbaik.
2) Diskusi
formal
Merupakan
diskusi yang pada pelaksanaannya diadakan secara resmi, peserta diskusinya
adalah orang-orang yang diundang untuk menghandiri diskusi yang diselenggarakan
oleh instansi terkait.
3) Diskusi
panel
Merupakan
diskusi kelompok kecil (3-6) orang yang mendiskusikan objek tertentu dengan
cara duduk melingkar yang dipimpin oleh seorang moderator. Jika dalam diskusi
tersebut melibatkan partisipasi audience/pengunjung disebut panel forum.
Diskusi
panel ialah diskusi yang terdiri atas seorang pemimpin, sejumlah peserta, dan
beberapa pendengar. Dalam jenis diskusi ini tempat duduk diatur sedemikian rupa
sehingga pendengar dapat mengikuti jalannya diskusi dengan seksama. Setelah
berlangsung tanya jawab antara pemimpin dan peserta, peserta dan pendengar,
pemimpin merangkum hasil tanya-jawab atau pembicaraan, kemudian mengajak
pendengar ikut mendiskusikan masalah tersebut sekitar separuh dari waktu yang
tersedia
4) Diskusi
simpusium
Ialah
diskusi yang berupa sebuah pertemuan ilmiah untuk mengetengahkan atau
membandingkan berbagai pendapat atau sikap mengenai suatu masalah yang diajukan
oleh sebuah panitia. Uraian pendapat dalam simposium ini diajukan lewat kertas
kerja yang dinamakan prasaran. Dan beberapa prasaran yang disampaikan dalam
simposioum harus berhubungan.
Orang
yang mengajukan prasaran, yang dinamakan pemrasaran, berkewajiban untuk :
(1) Membuat
makalah atau prasaran,
(2) Menepati
waktu yang diberikan,
(3) Menjawab
setiap pertanyaan dengan singkat dan tepat.
Diskusi
simpusium merupakan bentuk diskusi yang dilaksanakan dengan membahas berbagai
aspek dengan subjek tertentu. Dalam kegiatan ini sering menggunakan sidang
paralel, karena ada beberapa orang penyaji. Setiap penyaji menyajikan karyanya
dalam waktu 5-20 menit diikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari
audience/peserta. Bahasan dan sanggahan dirumuskan oleh panitia sebagai hasil
simposium. Jika simposium melibatkan partisipasi aktif pengunjung disebut
simposium forum. 7. Colloqium, strategi diskusi yang dilakukan dengan
melibatkan satu atau beberapa nara sumber (manusia sumber) yang berusaha
menjawab pertanyaan dari audience. Audience menginterview nara sumber
selanjutnya diteruskan dengan mengundang pertanyaan dari peserta (audience) lain
Topik dalam diskusi ini adalah topik baru sehingga tujuan utama dari diskusi
ini adalah ingin memperoleh informasi dari tangan pertama.
Persiapan-persiapan
yang perlu untuk menyelenggarakan simposium, yaitu:
(1) Memilih
dan merumuskan masalah,
(2) Menetapkan
tujuan,
(3) Menempatkan
pembicara berdasarkan sumbangannya dalam mencapai
tujuan,
(4) Menetapkan
pemimpin,
(5) Menjelaskan
kepada pemimpin dan pembicara tentang
tujuan simposium, waktu yang tersedia, dan
tata cara yang berlaku.
Kelebihan
Tehnik Diskusi :
Terjadi
interaksi yang tinggi antara komunikator dan komunikan
Dapat
membantu siswa untuk berfikir lebih kritis
Memotivasi
atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis, mengeluarkan
pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikirannya.
Kekurangan Tehnik
Diskusi :
Alokasi
waktu yang sulit karena banyak memakan waktu
Tidak
semua argument bisa dilayani atau di ajukan untuk dijawab
Tujuan
Tehnik Diskusi: untuk memotifasi dan memberi stimulasi kepada siswa agar
berpikir dengan renungan yang dalam
2. Teknik Kerja Kelompok
Teknik kerja kelompok adalalah suatu cara mengajar, di mana
siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi
beberapa kelompok. Mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau
melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah
ditentukan oleh guru.
Tujuah
tehnik kerja kelompok :
Agar
siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka
Agar
guru dapat lebih memperhatikan kemampuan siswa
Agar
para siswa bisa menggunakan ketrampilan bertanya dalam membahas suatu masalah
Dapat
mengembangkan bakat kepemimpinan para siswa serta mengerjakan ketrampilan
berdiskusi
3. Teknik Penemuan (Discovery) dan Simulasi
a. Tehnik penemuan
Teknik penemuan merupakan proses dimana seorang siswa
melakukan proses mental yang harus mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau
prinsip. Yang dimaksud proses mental ialah mengamati, mencerna, mengerti
menggolong-golongkan, membuat dugaan membuat kesimpulan dan lain sebagainya.
Sedangkan prinsip ialah siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami mental
itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberiakan instruksi.
Kelebihan
tehnik penemuan :
Dapat
membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa
Teknik
ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengan kampuan masing-masing
Teknik
ini mampu membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan
ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan siswa.
Siswa
memperoleh pengetahuan yang bersifat sebagai sangat pribadi atau individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
Kelemahan
tehnik penemuan :
Ada
yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian
saja
Teknik
ini tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif
Para
siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental
Bila
kelas terlalu besar penggunaan teknik ini kurang berhasil
Bagi
guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
akan kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
b. Tehnik simulasi
Tehnik
simulasi merupakan cara mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang
untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan dengan tujuan agar orang dapat
menghindari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat
sesuatu dengan kata lain siswa memegang peranaan sebagai orang lain.
Kelebihan
tehnik simulasi :
Dapat
menyenangkan siswa
Untuk
mengembangkan kreatifitas siswa
Eksperimen
berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya
Mengurangi
hal-hal yang verbalistik
Menumbuhkan
cara berfikir yang kritis
Kelemahan
tehnik simulasi :
Efektifitas
dalam memajukan belajar siswa belum dapat dilaporkan oleh riset
Terlalu
mahal biayanya
Banyak
orang meragukan hasilnnya karena sering tidak diikutsertakan elemen-elemen
penting
Menghendaki
pengelompokan yang fleksibel
Menghendaki
banyak imajinasi dari guru dan siswa
4. Tehnik
Inquiry
Inquiry
adalah teknik pengajaran guru didepan kelas dimana guru membagi tugas meneliti
suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan
masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian
mereka mempelajari, meneliti, dan membahas tugasnya didalam kelompok kemudian
dibuat laporan yang tersusun baik dan kemudian didiskusikan secara luas atau
melalui pleno sehingga diperoleh kesimpulan terakhir.
Tehnik inquiry merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang
merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa, yaitu :
aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka
dan permisif yangmengundang siswa berdiskusi;
berfokus pada hipotesis yang perlu diuji
kebenarannya; dan
penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam
proses pembelajaran dibicarakanvaliditas dan reliabilitas tentang fakta,
sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Guru dalam mengembangkan sikap inquiry di kelas mempunyai
peranansebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus
dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan
bagi kerja kelompok.
Kelebihan
tehnik inquiry
Mendorong
siswa untuk berfikir dan atas inisiatifnya sendiri, bersifat obyektif, jujur,
dan terbuka
Situasi
proses belajar menjadi lebih merangsang
Dapat
membentuk dan mengembangkan sel consept pada diri siswa
Membantu
dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru
Mendorong
siswa untuk berffikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri
Kelemahan
tehnik inquiry
Siswa
perlu memerlukan waktu menggunakan daya otaknya untuk berfikir memperoleh
pengertian tentang konsep
5. Tehnik
eksperimen dan demonstrasi
a. Tehnik
Eksperimen
Tehnik
eksperimen merupakan salah satu cara mengajar dimana seorang siswa diajak untuk
beruji coba atau mengadakan pengamatan kemudian hasil pengamatan itu
disampaikan dikelas dan di evaluasi oleh guru.
Kelebihan tehnik
eksperimen
Siswa
terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah
Mereka
lebih aktif berfikir dan membuktikan sendiri kebenaran suatu teori
Siswa
dalam melaksanakan eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan
pengalaman praktis serta ketrampilan menggunakan alat-alat percobaan
Kelemahan tehnik
eksperimen
Seorang
guru harus benar-benar menguasai materi yang diamati dan harus mampu memanage
siswanya
Memerlukan
waktu dan biaya yang sedikit lebih dibandingkan yang lain
b. Tehnik
Demonstrasi
Tehnik
demonstrasi merupakan tehnik mengajar dimana seorang instruktur atau tim guru
menunjukkan, memperlihatkan suatu proses.
Kelebihan tehnik
demonstrasi
Perhatian
siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang diberikan
Kesalahan-kesalahan
yang terjadi bila pelajaran itu diceramahkan dapat diatasi melalui pengamatan
dan contoh yang konkrit
Memberi
motivasi yang kuat untuk siswa agar lebih giat belajar
Siswa
dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung.
Kelemahan tehnik
demonstrasi
Bila
alatnya terlalu kecil atau penempatannya kurang tepat menyebabkan demonstrasi
itu tidak dapat dilihat jelas oleh seluruh siswa
Bila
waktu tidak tersedia cukup, maka demonstrasi akan berlangsung terputus-putus atau
berjalan tergesa-gesa
6. Tehnik
Karya Wisata
Tehnik
karya wisata merupakan tehnik mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa
kesuatu tempat atau obyek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau
menyelidiki sesuatu.
Kelebihan
tehnik karya wisata :
Siswa
dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas
obyek karya wisata itu serta mengalami dan menghayati langsung
Siswa
dapat melihat kegiatan para petugas secara individu atau kelompok dan
menghayatinya secara langsung
Siswa
dapat bertanya jawab menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan
segala macam persoalan yang dihadapi
Siswa
memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi
Kelemahan
tehnik karya wisata :
Karena
dilakukan diluar sekolah dan jarak yang cukup jauh maka memerlukan transport
yang mahal dan biaya yang mahal
Menggunakan
waktu yang lebih panjang dari pada jam sekolah
Biaya
yang tinggi kadang-kadang tidak terjangkau oleh siswa maka perlu bantuan dari
sekolah
7. Teknik Ceramah
Teknik ceramah ialah cara mengajar yang paling tradisional
dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan, yaitu dimana seorang guru
menularkan pengetahuannya kepada siswa secara lisan atau ceramah.
Tehnik
ceramah adalah : memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada
waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain tehnik ini adalah sebuah tehnik
mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Tehnik ini disebut
juga dengan tehnik kuliah atau tehnik pidato.
Kelebihan
tehnik ceramah
Materi
yang diberikan terurai dengan jelas
Kekurangan
tehnik ceramah
Guru
lebih aktif sedangkan murid pasif karena perhatian hanya terpusat pada guru
saja.
Murid
seakan diharuskan mengikuti segala apa yang disampaikan oleh guru, meskipun
murid ada yang bersifat kritis karena guru dianggap selalu benar
Untuk
bidang studi agama, tehnik ceramah ini masih tepat untuk dilaksanakan. Misalnya,
untuk materi pelajaran akidah.
D. Taktik Pembelajaran.
Sementara taktik pembelajaran merupakan
gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang
sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode
ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.
Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi
kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu
elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya
pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai
dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.
Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni
(kiat)
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari
masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk
dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat
memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan
dalam Kurikulum.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran
yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini
banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang
untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan)
sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru
(calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang
merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan
di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan
mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi
nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul
model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin
memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
E. Model-model Pembelajaran
Dalam rangka pengenalan dan pemanfaatan
model pembelajaran ini, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan
berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan.
Walaupun judul bukunya adalah “Model of Teaching” ternyata isi dari uraiannya
secara pokok bukan semata-mata membahas kegiatan pendidik mengajar, tetapi
justru lebih menitikberatkan pada ativitas pembelajaran terdidik. Sehingga
penulis menyesuaikan istilahnya menjadi model pembelajaran, hal ini agar arah
proses aktivitas terlihat jelas berfokus terhadap peserta didik sebagai peserta
didik sesuai dengan arah kebijakan pendidikan jaman sekarang.
Hasil kajian terhadap berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh
para pakar pendidikan di bidangnya, maka Joyce dan Weil (1986)
mengelompokkan model-model pembelajaran tersebut ke dalam empat kelompok model,
yaitu 1) kelompok model pengolahan informasi, 2) kelompok model
personal, 3) kelompok model sosial, dan 4) kelompok
model sistem prilaku. Berikut akan penulis jelaskan secara ringkas
masing-masing kelompok model tersebut.
a. Kelompok Model
Pengolahan Informasi (The Information Processing Family)
Model
pembelajaran kelompok ini berorientasi kepada kecakapan terdidik dalam
memproses informasi dan cara-cara mereka dapat memperbaiki kecakapan untuk
menguasai informasi. Ali, M. (2007) menyatakan bahwa model ini berdasarkan pada
teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik
dalam memproses informasi untuk memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan
informasi mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan,
mengorganisasi data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, serta
menggunakan lambang verbal dan non verbal. Teori pemrosesan informasi/kognitif
dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu. Perekembangan merupakan
hasil komulatif dari pembelajaran, di mana dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam
bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara
kondisi internal dan kondisi eksternal individu dan interaksi antar keduanya
sehingga menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari
pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities),
yakni :(1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual,
(3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.
Beberapa model ini menekankan pada
asfek kecakapan terdidik untuk memecahkan masalah dan asfek berpikir yang
berproduktif, sedangkan beberapa yang lainnya lebih menekankan kecakapan
intelektual umum. Secara umum banyak dari model pengolahan informasi ini yang
dapat diterapkan kepada sasaran terdidik dari berbagai usia. Tugas guru dalam
penerapan model ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan terdidik dalam
memproses informasi. Guru yang menganut model ini juga akan menaruh perhatian
pada pengembangan kecakapan murid untuk mengatasi persoalan dan menggunakan
pendekatan problem solving sebagai strategi mengajar (Mulyani Sumantri, 2001).
Model-model pembelajaran yang tergolong kepada kelompok ini ialah model
Pencapaian Konsep (Concept Attainment), model Berpikir Induktif (Inductive
Thinking), model Latihan Penelitian (Inquiry Training), model
Pemandu awal (Advance Organizer), model Memorisasi (Memorization), model
Pengembangan Intelek (Developing Intellect), dan model Penelitian
Ilmiah (Scientific Inquiry). Berikut penulis berikan sebuah contoh
gambaran dari model pembelajaran tersebut. Gambaran model pembelajaran dari
kelompok pengolahan informasi ini, secara garis besar tujuan dan tokohnya untuk
tiap model tergambar dalam tabel 1. berikut di bawah ini yang diadaptasi
dari Moh.Surya (2004).
TABEL 1
KELOMPOK MODEL PEMROSESAN INFORMASI
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Model Penemuan Konsep
|
Jerome Brunner
|
Dirancang
terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi untuk perkembangan
dan analisis konsep.
|
Model Berfikir Induktif
|
Hilda Taba (1966)
|
Dirancang
untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau
pembentukan teori.
|
Model Latihan Inquiry
|
Richard Suchman
|
Dirancang
untuk membelajarkan murid dalam menghadapi penalaran kausal, dan untuk lebih
pasih dan tepat dalam mengajukan pertanyaan,membentuk konsep dan hipotesis.
Model ini pad mulanya digunakan dalan Sains, tetapi kemampuan-kemampuan ini
berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Inquiry Ilmiah
|
Joseph J. Schwab
|
Dirancang
untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu disiplin, tetapi juga
diharapkan untuk memiliki efek dalam kawasan lain (metode-metode sosial
mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan
sosial).
|
Pengembangan Intelek
|
Jean Piaget
Irving Sigel
Edmund Sulivand,dkk
|
Dirancang
untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi
dapat diterapkan pada perkembangan sosial.
|
Model Penata Lanjutan
|
David Ausubel
|
Dirancang
untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap
dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
|
Model Memorisasi
|
Harry Lorayne
Jerry Lucas
|
Dirancang
untuk meningkatkan kemampuan pengingatan peserta didik
|
b. Kelompok Model
Personal (The Personal Family)
Model pembelajaran kelompok personal ini bertitik tolak dari teori Humanistik,
yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Serta dapat dikatakan
bahwa model ini juga beranjak dari pandangan kedirian atau “selfhood”
dari individu. Tokoh Humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R.Rogers, C.
Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan
kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar dan
mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Proses pembelajaran
sengaja diupayakan untuk memungkinkan dapat memahami diri sendiri dengan baik,
memikul tanggung jawab untuk pembelajaran, dan lebih kreatif untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik. Kelompok ini menekankan proses di mana individu
membentuk dan menata realitas keunikannya. Perhatian banyak diberikan kepada
kehidupan emosional. Melakukan pembelajaran ini lebih banyak memusatkan pada
upaya membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif
dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap,
sehinggamampu memperkayahubungan antara pribadi dan lebih mampu dalam
pemprosesan informasinya secara lebih efektif.
Model-model penbelajaran yang tergolong dalam kelompok ini beserta tokohnya
dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini yang diadaptasi dari Moh. Surya (2004).
TABEL 2
KELOMPOK MODEL PERSONAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Model Pengajaran Non Direktif
|
Carl Rogers
|
Memberi
tekanan pada pembentukan kemampuan dalam perkembangan pribadi dalam arti
kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan mengenai konsep diri.
|
Latihan Kesadaran
|
Fritz Perls
William Scuhtz
|
Meningkatkan
kemampuan individu peserta didik untuk mengeksplorasi diri dan kesadaran
diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antar
pribadi.
|
Sinektik
|
William Gordon
|
Model ini
menekankan pada perkembangan pribadi dalam kreatifitas dan pemecahan masalah
kreatif.
|
Sistem-sistem Konseptual
|
David Hunt
|
Dirancang
untuk meningkatkan kekomplekskan dan keluwesan pribadi
|
Pertemuan Kelas
|
William Glasser
|
Model ini
menekankan pada perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri
sendiri dan kelompok sosial.
|
c. Kelompok
Model Sosial (The Social Family)
Kelompok model
pembelajaran ini didasari oleh teori belajar Gestalt (Field-theory) yang
menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning
to life together). Teori ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912)
bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler yang berpandangan bahwa objek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori ini bahwa pembelajaran akan
lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian. Model ini
juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama merupakan salah satu fenomena
kehidupan masyarakat yang sangat penting. Kelompok model ini menekankan pada
hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Kelompok ini memusatkan
pada proses di mana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai konsekuensinya,
model –model yang berorientasi sosial tersebut di atas, memberikan prioritas
untuk memperbaiki kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang lain, untuk
bertindak dalam proses yang demokratis, dan untuk bekerja secara produktif
dalam masyarakat. Meskipun kelompok model ini lebih menekankan hubungan sosial
dibandingkan dengan asfek lainnya, para tokoh dalam kelompok ini juga
menekankan pada perkembangan kesadaran study yang bersifat akademik.
Model-model pembelajaran yang tergolong kelompok ini beserta tokohnya tergambar
pada tabel 3. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
TABEL 3
KELOMPOK MODEL INTERAKSI SOSIAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Investigasi Kelompok
|
Herbert Telen
John Dewey
|
Perkembangan
keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui
penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan
ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam model ini.
|
Inquiry Sosial
|
Byron Massiales
Benjamin Cox
|
Model ini
menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan, sosial,
dan penalaran logis.
|
Latihan Laboratoris
|
Bethel Maine
|
Model ini
menekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui
kesadaran dan keluwesan pribadi.
|
Penelitian Yurisprudensial
|
Donald Olever
James P. Shaver
|
Model ini
dirancang untuk pembelajaran kerangka acuan jurisprudensial sebagai cara
berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial.
|
Bermain Peran
|
Fainie Shafel
George Fhafel
|
Modelpembelajaran
ini dirancang untukmempengaruhi peserta didik agar menemukan nilai-nilai
pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-nilainya diharapkan peserta didik
menjadi sumber peneluan berikutnya.
|
Simulasi Sosial
|
Sarene Bookock
Harold
|
Model ini
dirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami bermacam0macam proses
dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta didik serta untuk
memperoleh konsep keterampilan perbuatan dan keputusan.
|
d. Kelompok Model
Sistem Prilaku (The Behavioral System Family)
Dasar teoritik
dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik,
yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas
belajar dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini
dikenal juga sebagai model modifikasi prilaku atau “Behavioral
Modifications” . Semua model pembelajaran ini bersumber dari kerangka
teori behavioral. Istilah-istolah lain yang sejenis dan dipergunakan adalah
teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi prilaku, dan terafi prilaku.
Kelompok model ini lebih menekankan pada asfek perubahan prilaku psikologis dan
prilaku yang tidak ddapat diamati. Model-model prilaku mempunyai penerapan yang
cukup luas dan diarahkan kepada bermacam-macam tujuan pendidikan, latihan
prilaku antar pribadi, dan terapi. Berdasarkan pada pengendalian stimulus dan
penguatan, model-model behavior (prilaku) dan kondisi-kondisi antara, baik
secara idividual maupun secara kelompok, telah banyak penelitian yang dilakuan
untuk mengkaji model-model ini.
Salah satu dari karakteristik umum pada model pembelajaran prilaku, adalah
dalam prihal penjabaran yang harus dipelajari peserta didik, yaitu penjabaran
tugas-tugas yang harus dipelajari menjadi serangkaian prilaku dalam bentuk yang
lebih kecil dan berurutan. Pada umumnya, pengendalian prilaku terletak pada
pihak guru/pendidik, meskipun peserta didik mempunyai kesempatan untuk
mengendalikan prilakunya. Model-model pembelajaran beserta tokohnya tergambar
pada tabel 4. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
TABEL 4.
KELOMPOK MODEL BEHAVIORAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Managemen Kontingensi
|
B.F. Skinner (1953)
|
Model
pembelajaran ini menekankan pada kemampuan memahami fakta-fakta, konsep, dan
keterampilan.
|
Kontrol diri
|
B.F. Skinner (1953)
|
Model pembelajaran
ini menekankan pada pengendalian prilaku dan keterampilan sosial dalam
mengontrol dirinya.
|
Relaksasi (Santai)
|
Rimm & Masters wolfe
|
Model
pembelajaran ini menekankan pada tujuan pribadi (mengurangi ketegangan dan
kecemasan).
|
Pengurangan Ketegangan
|
Rimm & Masters wolfe
|
Model
pembelajaran ini menitik beratkan pada pengalihan pada kesantaian dari
kecemasan dalam situasi sosial
|
Latihan Asertif Desensitas
|
Wolfe, Lazarus, Salter Wolfe
|
Pembelajaran
ini berorientasi pada ekspresi perasaan secara langsung dan spontan dalan
situasi sosial.
|
Latihan Langsung
|
Gagne,
Smith dan Smith
|
Pembelajaran
ini menekankan pada pola-pola prilaku dan keterampilan pada diri
peserta didik.
|
D. Karakteristik Umum Model Pembelajaran
Sebagaimana
penjelasan yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (1986), bahwa setiap model
pembelajaran memiliki karakteristik umum masing-masing, yang dibedakan menurut
unsur-unsur, yakni sebagai berikut :
a. Sintakmatik,
b. Sistem
Sosial dan Prinsip Reaksi,
c. Sistem
Pendukung,
d. Dampak
Instruksional dan Dampak Pengiring.
Sintakmatik ialah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran
menurut model tertentu. Sistem sosial yang dimaksudkan ialah siatuasi atau
suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi ialah pola
kegiatan yang menggambarkan bagaimana guru seharusnya melihat dan memperlakukan
para pelajar termasuk bagaimana seharusnya memberi respon kepada mereka. Yang
dimaksud dengan sistem pendukung ialah segala sarana, bahan dan alat yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu model pembelajaran tertentu. Sedangkan
dampak instruksional ialah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara
mengarahkan para peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak
pengiringnya ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses
pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana pembelajaran yang dialami
langsung oleh peserta didik tanpa adanya arahan langsung dari guru.
Untuk mendapatkan gambaran perihal karakteristik umum model-model pembelajaran
ini, penulis kemukakan beberapa contoh model pembelajaran beserta karakteristik
umum menurut usur-unsurnya yang penulis anggap dapat diterapkan di lingkungan
pendidikan dasar.
(a). Model Pencapaian Konsep (Concept
Attainment)
Model
pembelajaran Pencapaian Konsep ini mulai dikembangkan oleh Jerome Bruner et.al.
(1967), di mana model ini dilandasi oleh asumsi bahwa lingkungan ini banyak
ragam dan isinya, kita sebagai manusia mampu membedakan objek dengan
asfek-asfeknya atau menentukan kategori dan membentuk konsep-konsep. Dengan
kategori ini, kita memungkinkan dapat mengelompokkan objek-objek dengan
berdasarkan karakteristik umum. Dengan terlebih dulu memahami konsep, kita
dapat mengantisipasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Peoses
berpikir ini oleh Bruner dkk. disebut dengan kategorisasi. Menurut Bruner,
kegiatan kategorisasi mempunyai dua komponen, yaitu kegiatan pembentukan konsep
dan kegiatan pencapaian konsep. Dalam pencapaian konsep, konsepnya sudah ada,
sedangkan dalam pembentukkan konsep ialah merupakan kegiatan pembentukan
kategori-kategori yang baru.
Pengajaran konsep ini, akan
memberikan kesempatan untuk menganalisis proses berpikir peserta didik
dan membantu mereka untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif. model ini
akan melibatkan berbagai tingkat partisipasi dan kontrol peserta didik.
Pendidik melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan
menjadi dialog bebas.
Dalam pembelajaran pencapaian konsep,
sebaiknya ada persyaratan yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu
tersedianya instansi-instansi atau contoh-contoh yang menunjukkan
kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan perbedaan-perbedaannya. Peserta didik
yang berhadapan dengan contoh-contoh tersebut harus menemukan sendiri atau
diberitahukan oleh guru mengenai setiap unsur dari contoh itu. Peserta didik
menemukan atau merumuskan kembali hipotesis tentang konsep itu. Setiap contoh
akan menunjukkan atau menyajikan informasi tentang karakteristik dan nilai
atribut dari konsep tersebut.
Selanjutnya Joyce (dalam Saripudin,
1989) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, model pembelajaran pencapaian konsep
ini memiliki sintakmatikdengan tiga fase kegiatan, yaitu
sebagai berikut di bawah ini.
1. Fase
penyajian data dan identifikasi konsep
- Pendidik
menyajikan contoh yang sudah diberi label;
- Peserta
didik membandingkan ciri-ciri dalam contoh positif dan contoh negatif;
- Peserta
didik membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama/esensial;
2. Fase
mengetes pencapaian konsep
- Peserta
didik mengidentifikasi tambahan contoh yang baik diberi label dengan menyatakan
ya atau bukan;
- Pendidik
menegaskan sifat, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai
dengan ciri-ciri yang esensial.
3. Fase
menganalisis strategi berpikir
- Peserta
didik mengungkapkan pemikirannya;
- Peserta
didik mendiskusikan sifat dan ciri-ciri konsep;
Untuk
kepentingan praktis pembelajaran, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk
kerangka operasional sebagai berikut (Tabel 5).
Tabel 5
MODEL PENCAPAIAN KONSEP
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Penyajian
Data
Pengetesan
Pencapaian Konsep
Analisis
Strategi Berfikir
|
- Sajikan contoh
berlabel
- Minta dugaan
- Minta
definisi
- Minta contoh
lain
- Minta nama
konsep
- Tanya
mengapa
- Tanya
Bagaimana
- Bimbing
diskusi
|
- Membandingkan contoh
positip dan negatif
- Ajukan dugaan
- Berikan definisi
- Cari contoh lain
- Beri nama konsep
- Cari contoh lain lagi
- Ungkapkan pikiran
- Diskusikan aneka pikiran
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Bruner dkk : 1967)
Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan
kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan
pencapaian suatu pemahaman dari sebuah konsep melalui pembelajaran yang
dilakukan.
Sistem
sosial dari model pembelajaran ini, ditandai dengan guru melakukan
pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan
dialog bebas. Dalam setiap fase, interaksi peserta didik diarahkan secara
intensif oleh guru. Dalam pengorganisasian kegiatan pembelajaran ini diharapkan
peserta didik akan berinisiatif untuk melakukan proses induktif bersamaan
dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri pada setiap proses
pembelajaran. Dalam proses interaksi pembelajaran ini, hendaknya berdasarkan
pada prinsip-prinsip pengelolaan, yaitu sebagai berikut.
- Berikan
dukungan dengan menitik beratkan pada sifat konsep dari diskusi-diskusi yang
berlangsung.
- Berikan
bantuan kepada peserta didik dalam mempertimbangkan sifat-sifat dan type dari
konsep yang dipelajarinya.
- Pusatkan
perhatian para peserta didik terhadap contoh-contoh konsepnya yang lebih
spesifik
- Bantulah
peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berfikir yang mereka
gunakan dalam pembelajaran.
Sistem Pendukung dalam model pembelajaran ini berupa
sarana pendukung yang diperlukan berupa bahan-bahan dan data yang terpilih
serta terorganisasi dalam bentuk unit-unit yang memiliki fungsi memberikan
contoh-contoh dan menjelaskan konsep. Bila para peserta didik sudah dapat
berfikir kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan bekerja sama dalam
membuat unit-unit data atau memberikan contoh-contoh lainnya
Penggunaan model pencapaian konsep ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan
menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan
seperti bagan di bawah ini.
Gambar 1. Dampak Instruksional
dan Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil
: 1986 : 39)
Berdasarkan gambar tersebut, model pencapaian konsep akan berdampak
instruksional, yakni mencapai tujuan pemahaman pada hakikat konsep, strategi
pembentukan konsep, konsep spesifik, dan keterampilan penalaran induktif.
Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni
peserta didik akan menyadari akan pilihan konsep, akan bersikap toleran pada
ketidaktentuan, serta peserta didik akan peka terhadap penalaran secara logis
dalam komunikasinya sehari-hari.
(b). Model Pembelajaran Pertemuan Kelas
Model pertemuan
kelas ini dikembangkan dengan maksud untuk mengembangkan kepedulian kelompok
sosial, disiplin diri dan komitmen prilaku. Pertemuan dilakukan oleh guru dan
peserta didik dalam suasana yang menyenangkan dan tidak terbatas, tidak terikat
dengan berbagai diskusi masalah-masalah perilaku, masalah pribadi dan akademik
atau berbagai isu kurikulum.
Menurut Glasser dalam Joyce dan Weil (1986) model ini bertolak dari pemikiran
bahwa pada umumnya masalah-masalah kemanusiaan merupakan kegagalan dari fungsi
sosial dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk mencintai dan
dihargai. Kedua kebutuhan ini berakar pada hubungan antar manusia sesuai
dengannorma kehidupan kelompok. Di dalam kelas, rasa cinta tercermin dalam
bentuk tanggung jawab sosial untuk saling membantu dan saling memperhatikan
satu sama lainnya. Diyakini bahwa sekolah telah gagal bukan di dalam
menampilkan profil akademis, tetapi di dalam memperkuat hubungan yang penuh
kehangatan, konstruktif, untuk mencapai keberhasilan. Rasa dicintai dan mencintai
bagi sebagian besar manusia akan melahirkan rasa memiliki harga diri.
Model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya menurut Joyce dan Weil (1986)
memiliki sintakmatik dengan enam tahap kegiatan pembelajaran,
yaitu sebagai berikut di bawah ini.
Tahap Pertama : Membangun iklim keterlibatan
1. Mendorong
peserta didik untuk berpartisipasi, dan berbicara;
2. Berbagai
pendapat tanpa saling menyalahkan atau menilai.
Tahap Kedua : Menyajikan masalah untuk
didiskusikan
1. Peserta
didik dan guru membawa isu atau masalah;
2. Memaparkan
masalah secara utuh;
3. Mengidentifikasi
akibat yang mungkin timbul;
4. Mengidentifikasi
norma sosial.
Tahap Ketiga : Membuat keputusan nilai personal
1. Mengidentifikasi
nilai yang ada di balik masalah prilakudan norma sosial;
2. Peserta
didik membuat kajian personal tentang norma yang harus diikuti.
Tahap Keempat : Mengidentifikasi pilihan tindakan
1. Peserta
didik mendiskusikan berbagai pilihan atau alterbatif prilaku;
2. Peserta
didik bersepakat tentang pilihan yang ditentukannya itu.
Tahap Kelima : Membuat komentar
Peserta
didik membuat komentar atau tanggapan secara umum tentang prilaku pilihan
Tahap Keenam : Tindak lanjut prilaku
Peserta
didik menguji efektifitas dari komitmen dan prilaku bari itu, setelah periode
tertentu.
Untuk
kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam
bentuk kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6
MODEL PERTEMUAN KELAS
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Menciptakan
Suasana
Menyajikan
masalah
Membuat
keputusan nilai personal
Mengidentifikasi
pilihan tindakan
Memberi
komentar
Menetapkan
tindak lanjut
|
- Ciptakan
situasi yang kondusif
- Pancing
munculnya masalah
- Paparkan
konteks masalah
- Identifikasi
nilai di balik masalah
- Pancing
munculnya alternatif tindakan
- Pancing
komentar peserta didik
- Kaji
komitmen peserta didik pada prilaku baru
|
- Melibatkan diri dalam
situasi
- Kemukakan masalah
- Paparkan konteks masalah
- Buat keputusan nilai
terkait masalah
- Pilih alternatif
tindakan terbaik
- Beri komentar umum
- Tunjukkan komitmen
terhadap prilaku
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Glasser dalam Joyce & Weil : 1986)
Menyimak tabel tersebut, tergambar secara jelas bagaimana kegiatan guru dan
kegiataan peserta didik dalam proses pembelajaran. Serta terlihat juga urutan
pencapaian suatu pemahaman sebuah nilai dari perilaku untuk disepakati dan
dilakukan dalam kehidupan sosial di kelasnya melalui pembelajaran yang
dilakukan. Serta belajar bagaimana melakukan dan mentaati komitmen yang telah
disepakati tersebut.
Sistem
Sosial dari model pembelajaran ini diorganisasikan secara terstruktur
sedang, kepemimpinan dan tanggung jawab untuk membimbing interaksi terletak di
tangan guru. Walaupun demikian diharapkan pula peserta didik dapat mengambil
inisiatif dalam memilih topik diskusi setelah mengalami beberapa aktivitas.
Meskipun tanggung jawab ada pada guru, tetapi keputusan moral terletak pada
diri peserta didik. Adapun prinsip yang perlu dipegang dalam pelaksanaan
model pembelajaran ini ialah : 1) Melibatkan peserta didik dengan menumbuhkan
suasana yang hangat, personal, menarik, dan hubungan yang peka dengan peserta
didik; 2) Dengan sikap tidak menentukan, guru harus menerima tanggung
jawab untuk mendiagnosis prilaku belajar; 3) Kelas sebagai satu kesatuan
memilih dan mengikuti alternatif prilaku yang ada.
Sistem Pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini ialah guru
yang memiliki kepribadian yang hangat dan terampil dalam mengelola hubungan
interpersonal dan diskusi kelompok. Ia juga harus mampu untuk menciptakan iklim
kelas yang teerbuka dan tidak bersifat defensif atau selalu bertahan diri, dan
pada saat bersamaan ia mampu membimbing kelompok menuju penilaian prilaku dan
komitmen.
Penggunaan model peserta didikan ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan
menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan
seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2. Dampak Instruksional dan
Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil
: 1986 : 213)
Berdasarkan gambar tersebut, model pertemuan kelas akan berdampak
instruksional, yakni mencapai tujuan dan evaluasi serta membentuk
kemandirian dan pengarahan diri. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan
dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari dan
menampakkan sikap keterbukaan dan mendahulukan keutuhan kelas.
(c). Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
Model
pembelajaran ini berpangkal tolak dari pemikiran John Dewey (1916) yang
menyatakan bahwa keseluruhan kehidupan sekolah harus ditata sebagai
bentuk kecil atau miniatur kehidupan demokrasi. Untuk hal tersebut peserta
didik seharusnya memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan
sistem sosialdalam rangka memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam kerangka itu,
menurut Joyce dan Weil (1986) suasana kelas merupakan analogi dari kehidupan
masyarakat yang di dalamnya memiliki tata tertib dan budaya kelas. Peserta
didik senantiasa memperhatikan kehidupan yang berkembang di sana yaitu mengenai
ketentuan dan harapan yang ditanamkan di kelasnya. Oleh karena itu guru
sebaiknya berupaya untuk menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya
kehidupan kelas seperti itu.
Model pembelajaran investigasi kelompok ini mengambil model yang berlaku dalam
masyarakat, terutama cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial
melalui serangkaian kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan inilah peserta
didik mempelajari pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam
pemecahan masalah sosial dengan tiga konsep utama yaitu penelitian,
pengetahuan, dan dinamika belajar kelompok. Adapun sintakmatik atau
langkah pembelajarannya model ini memiliki enam tahap, yaitu :
·
Tahap Pertama : Peserta didik berhadapan dengan situasi
yang problematis.
·
Tahap Kedua : Peserta didik melakukan
eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis tersebut.
·
Tahap Ketiga : Peserta didik merumuskan tugas-tugas belajar (learning
taks) dan kemudian mengorganisasikannya untuk membangun suatu proses
penelitian.
·
Tahap Keempat : Peserta didik melakukan kegiatan
belajar individu dan kelompok.
·
Tahap Kelima : Peserta didik menganalisis
kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok itu.
·
Tahap Keenam : Melakukan proses pengulangan
kegiatan (recycle activities)
Untuk
kepentingan praktis pembelajaran di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk
kerangka operasional pembelajaran sebagai berikut (Tabel 7).
Tabel 7
MODEL INVESTIGASI KELOMPOK
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Situasi
Bermasalah
Eksplorasi
Perumusan
Tugas Belajar
Kegiatan
Belajar
Analisis
Kemajuan
Daur Ulang
|
- Sajikan
situasi bermasalah
- Bimbing
proses eksplorasi
- Pacu diskusi
kelompok
- Pantau
kegiatan belajar
- Cek kemajuan
belajar kelompok
- Dorong
tindak lanjut
|
- Amati situasi bermasalah
- Jelajahi permasalahan
- Temukan kunci
permasalahan
- Rumuskan apa yang harus
dilakukan
- Atur pembagian tugas
dalam kelompok
- Belajar individual dan
kelompok
- Cek tugas yang harus
dikerjakan
- Cek proses dan hasil
penelitian kelompok
- Lakukan tindak lanjut
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Joyce & Weil : 1986)
Sistem
sosial yang berlangsung dalam model ini bersifat demokratis yang
ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dalam konteks masalah
yang menjadi titik sentral kegiatan pembelajaran. Kegiatan kelompok dilakukan
dengan arahan minimal dari guru, sehingga suasana kelas akan tidak begitu
terstruktur. Iklim kelas ditandai oleh proses interaksi yang bersifat
kesepakatan atau kensensus.
Sistem
pendukung berupa sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan model
ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta didik dalam rangka
memecahkan permasalahan. Sebaiknya tersedia perpustakaan yang cukup menyediakan
sumber informasi yang diperlukan peserta didik.
Penggunaan model pembelajaran ini menurut Joyce dan Weil (1986) akan
menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring yang penulis gambarkan
seperti bagan di bawah ini.
Gambar 3.Dampak Instruksional dan
Pengiring
Model Investigasi Kelompok (Joyce and
Weil : 1986 : 237)
Berdasarkan gambar tersebut, model investigasi kelompok ini akan berdampak
instruksional, yakni mencapai tujuan membangun pengetahuan pada diri peserta
didik, melatih disiplin dalam penelitian, serta belajar hidup berkelompok.
Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni
peserta didik akan menyadari akan keterikatan hidup dengan orang lain,
menghormati sesama, perlunya komitmenhidup dalam kelompok, serta merasa bebas
sebagai peserta didik.
SUMBER :
Comments