Masalah Guru terhadap perubahan Kurikulum yang Gergonta - Ganti

Dunia pendidikan di negara kita saat ini mempunyai begitu banyak masalah yang tidak kunjung usai,masalah – masalah yang tidak ada habisnya memaksa keras pemerintah untuk berpikir mencari jalan keluarnya. Dari sekian banyak masalah, ada masalah yang cukup terkenal Di benak guru, masalah kurikulum .Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Kurikulum pendidikan yang kurang tepat bagi siswa atau sekolah justru akan memberi masalah masalah baru dalam dunia pendidikan, karna kurikulum baru belum tentu sesuai dengan siswa atau dapat di terima siswa tersebut  bahkan mungkin siswa justru tidak siap dengan sistem baru yang mungkin dapat menyusahkan mereka, lalu mengapa sistem pendidikan di indonesia hampir sering di gonta ganti, mengapa sekolah atau lembaga pendidikan tidak memfokuskan diri pada satu sistem atau kurikulum supaya siswa dapat menyesuaikan dan menerima sistem tersebut dengan baik.Malah kurikulum yang baru menyebabkan beberapa masalah.
Ø  Perubahan kurikulum pendidikan yang tidak membawa dampak positif terhadap mutu pendidikan.
Ø  Keterbatasan kemampuan  guru untuk memahami kurikulum yang terus berubah

Seperti kita tahu saat ini bahwa kurikulum di indonesia sering di gonta ganti tanpa memikirkan dengan serius apakah siswa dapat menerina dan beradaptasi dengan sistem atau kurikulum yang baru tersebut. Kurikulum di indonesia sudah berganti sekitar enam kali mulai dari kurikulum tahun 1984 yang kemudian di ganti dengan kurikulum 1975 dan di perbaharui lagi dengan kurikulum 1984 sampai akhirnya indonesia memakai kurikulum 2004  atau sering di sebut dengan KTSP. Lalu apa sebenarnya maksut dan tujuan pemerintah menganti kurikulum yang sudah di terapkan dengan kurikulum baru yang belum tentu dapat beradaptasi dengan siswa atau peserta didik.
Kurikulum pendidikan yang baru telah dicanangkan. Itu berarti sistem pedidikan akan kembali berubah. Kurikulum merupakan sebuah pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Pergantian kurikulum mengindikasikan bahwa kurikulum yang lama belum bisa memenuhi target yang telah ditentukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kurikulum 2006 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) kini akan diganti dengan kurikulum 2013, karena KTSP memiliki beberapa kekurangan. Hal itu sebagaimana tercantum pada Buku "Bahan Uji Coba Publik Kurikulum 2013" yang menyatakan bahwa Kurikulum 2006 memiliki delapan masalah yang perlu dievaluasi.
Sering sekali kurikulum menjadi kambing hitam dari semua kejadian-kejadian yang mencoreng nama baik pendidikan. Padahal, pada kurikulum KTSP juga pernah diberikan komando untuk menyisipkan pendidikan karakter yang akhinya semua perangkat pembelajaran harus ditambahi dengan kata ‘karakter’. Meskipun dalam pelaksanaannya masih harus dipertanyakan. Kurikulum 2013 memang memiliki fokus utama pada penciptaan pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter ini diharapkan dapat menjadikan anak didik lebih memiliki keperibadian dan menjadi manusia yang berkualitas. Tidak ada lagi tawuran antarpelajar, pergaulan bebas, serta narkoba, karena telah tercipta anak didik yang berkarakter dan memiliki moral yang baik. Terlebih lagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang semakin menurun karena banyaknya ketidakjujuran dan ketidakadilan yang terjadi, maka pendidikan karakter ini diharapkan dapat menghasilkan calon-calon pemimpin bangsa yang memiliki moral dan karakter untuk memajukan Indonesia nantinya. Harapan jangka panjang itu disebut Generasi Emas. 
Tidak dipungkiri memang, kurikulum memiliki peran yang vital dalam menentukan laju perkembangan pendidikan, karena fungsinya sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Tetapi, hanya mengacu kepada kurikulum saja sebagai tolok ukur dalam penentuan kualitas pendidikan juga kurang tepat. Karena guru sebagai pelaksana dan yang berperan langsung dalam pembelajaran juga merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya. Sebagus apapun program kurikulum yang dicanangkan, jika guru sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran tidak dapat memahami dan mengaplikasikannya hasilnyapun akan sia-sia. Jadi, selain perbaikan berkala terhadap kurikulum sebagai acuan pelaksanaan pendidikan, juga perlu diperhatikan pula pengembangan kualitas dan kemampuan guru sebagai pelaksana dari kurikulum itu sendiri. Supaya cita-cita memiliki pendidikan berkarakter yang digadang-gadang sebagai pembentuk Generasi Emas 2045 dapat terwujud sebagai perwujudan program pendidikan yang berkelanjutan.
 Evaluasi berkala terhadap kurikulum memang harus dilakukan untuk terus mengawal perkembangan pendidikan nasional, tetapi pengawasan dan pengembagan kualitas pendidik juga harus diperhatikan. Jika kurikulum 2006 dianggap gagal atau kurang berhasil untuk menghasilkan anak didik yang berkarakter, maka perlu diperhatikan pula bagaimana peran guru selama melaksanakan kurikulum tersebut. Bukan hanya terpaku dan fokus dengan masalah kurikulum, tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas guru dan memberikan pemahaman mengenai cara memberikan pembelajaran selama di kelas maupun luar kelas (sebagai teladan) agar dapat menyalurkan materi pelajaran sekaligus memberikan pendidikan yang berkarakter. Oleh karena itu, menurut hemat penulis dari pada terfokus kepada hal-hal formalitas-teoritis, seperti melakukan perubahan kurikulum akan lebih efektif apabila pemerintah melakukan Diklat kepada para guru mengenai cara memberikan pendidikan yang berkarakter.
Pemberian Diklat kepada guru akan lebih memberikan dampak positif mengingat sampai sekarang masih banyak guru yang pasif dalam memberikan pelajaran. Banyak dari mereka masih menggunakan cara lama dengan hanya menulis dan ceramah, sehingga menjenuhkan anak didik. Kejadian-kejadian seperti ini masih sering sekali terlihat di sekolah ketika penyampaian pelajaran. Hal ini terjadi bukan lantaran kurikulumnya yang salah melainkan guru tidak bisa komunikatif dalam mengajar. Karena selama ini tidak semua guru mendapat pelatihan mengenai cara mengajar yang baik dan komunikatif. Jadi apabila hanya melakukan perubahan kurikulum, guru akan semakin kebingungan. Program pendidikan berkarakter yang menjadi fokus kurikulum pun akan ditafsirkan dan diaplikasikan sesuai dengan kemampuan dan prespektif guru itu sendiri. Sehingga pelaksanaan kurikulum juga tidak dapat maksimal dan tidak sesuai target.

SOLUSI

Pemerintah harus melakukan diklat terhadap setiap guru supaya semua guru mengerti dan menjalankan atau menerapkan setiap kurikulum baru setiap tahunnya . karena setiap guru di setiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda.sehingga di perlukan sosialisasi yang cukup untuk menunjang kualitas mutu setiap tenaga pendidik di setiap daerah .  karena setiap kurikulum mempunyai penilaian yang berbeda.siswa juga harus bisa menyesuaikan diri dengan kurikulum baru karena kita harus mengikuti perubahan kurikulum untuk merubah pendidikan di Negara kita supaya lebih baik . pemerintah juga harus meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional, menghilangkan ketidak merataan dalam akses pendidikan, seperti ketidak merataan di desa dan kota, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan. Sehingga guru dapat menerapkan kurikulum 2013 dengan tepat sasaran dan sesuai target guna menumbuhkan kualitas anak didik yang berkarakter demi mewujudkan Generasi Emas 2045 sebagaimana Grand Design Mendikbud.